Tabayun, Oh Tabayun
Penyakit pertama yang akan saya alami ketika membuka facebook adalah merasa marah dendam dan agak meuapam. Kedua akan ada beberapa hal yang harus saya lakukan untuk menghilangkan rasa tersebut, diantaranya dengan beristhigfar atau mengambil wudhu atau menuntup kembali akun fb saya.
Bagaimana tidak, saya mulai terasingkan dengan berita-berita yang amat membahayakan pembaca yang jauh dari pengetahuan terhadap informasi yang dikonsumsinya. Saya pun merasa jika saya bukan ditanah ini, mungkin saya akan mengutuk dan mendoakan tokoh-tokoh yang digambarkan mereka dengan wajah yang buruk sekali.
Belakangan saya menghilangkan list sebagai bacaan beberapa website mutasyaddidin. Saya berhasil meninggalkan beberapanya lagi dengan dalih sebagai media dakwah yang baik dan mencerahkan. Paling tidak informasi yang mereka berikan lebih baik dan terpencaya dibandingkan media yang telah masuk blacklist.
Dan hari ini sepertinya daftar hitam tersebut akan bertambah seiring perkembngan informasi yang mereka sajikan. Jika seandainya media sekuler berbicara, yang terambar adalah hanya kebohongan yang mereka sampaikan, atau bisa jadi sampah yang didaur untuk menjadi uang. Nah, kalau yang melakukannya adalah media Islam, alias media yang mengagungkan dan membawa nilai Islam, kira-kira bagaimana respon kita.
Sir, kita juga media. Artinya kita bisa saja menyampaikan berita fitnah yang akan membuat luka, bernanah, bau dan berulat. Ketika kita membaca berita media yang kita klaim sebagai media fitnah dengan bertabayyun, maka selayaknya kita menetapkan standar yang sama terhadap media yang kita klaim media dakwah. Karena sebagai media, ruang fitnah berlaku pada semua media. Bagitu pandangan naif saya.
Akibat dari inbok beberapa rekan yang meminta konfirmasi terhadap berita nyut-nyut tersebut. Saya memberanikan diri mengecek dan mencari apa sebenarnya kejadian di dunia media Islam. Dan faktanya adalah sangat-sangat menegangkan. Beberapa hari tidak membaca berita, serasa saya sudah ditinggalkan bertahun oleh media tersebut (tanda kutip).
Bukan hanya satu berita yang menurut saya mengerikan, tapi banyak sekali yang semakin dibaca semakin membawa saya kepada emosi yang meluap-luap. Jika saya esmosi karena ketidakselarasan berita tersebut. Saya membayangkan esmosi si pembaca terhadap isi berita tersebut (baca ; termakan). Maka akan lahir doa-doa pengkafiran dan peliberalan serta pengutukan yang membabi buta.
Bagi saya, ada beberapa generalisasi yang saya takutkan ketika lebih jauh menatap beberapa laman website tersebut. Adanya kemungkinan penggiringan opini publik menuju pemburukan karakter terhadap golongan tertentu dengan membunuh karakter tokoh, sehingga lambat laun masyarakat akan mengklaim bahwa tokoh tersebut tidak bisa dipercaya.
Jikapun nanti tokoh ataupun golongan tersebut dibantai maka hal tersebut akan dianggap sah oleh khalayak. Dan kita persis melihat kejadian ini di Suriah, ketika Almarhum Syeh Buthi Syahid. Dengan sajian fitnah yang membabi buta. Dan faktanya adalah pembantaian masyarakat sipil oleh pemerintah Syiah. Dan siapa kira-kira yang akan menyelesaikan konflik disana? Oke, kita tidak membicarakan masa lalu, dan tidak melanjutkan klaim aneh.
Kemungkinan yang lain adalah adanya upaya pelepasan label azhar dari ahlussunnah yang menerima mazhab mu’tabar, menuju tidak bermazhab. Dan upaya ini telah dirancang berpuluh-puluh tahun yang lalu sehingga tidak tertutup kemungkinan sekarang adalah waktu yang tepat untuk merealisasikannya. (Dan semoga keduanya tidak benar, artinya hana berada didalam pikiran saja).
(*Tulisan ini ditulis dengan rasa keanehan tersendiri, ketakutan akan fitnah dan ketakutan akan memfitnah.