Catatan Betmen

Nov 4, 2013

Biografi Syekh Ali Jum'ah

Google Image
Ayahnya bernama Syeikh Jum`ah bin Muhammad dan ibunda Fathiyah Hanim binti Ali bin `Id alim dalam bidang fiqih dan merupakan lulusan Universitas Kairo, Jurusan Hukum. Kedua orang tuanya merupakan keluarga yang dikenal baik dan beradab. Nama asli beliau adalah Abu Ubadah Nuruddin Ali bin Jum`ah bin Muhammad bin Abdul Wahhab bin Salim bin Abdullah bin Sulaiman, al-Azhari al-Syafi`i al-Asy`ari.

Beliau lahir provinsi Bani Suef pada hari Senin 7 Jumadal Akhir 1371 H/3 Maret 1952 M. Masa kecilnya tumbuh besar bersama orang tuanya, belajar agama dengan tekun semenjak kecil. Jum'ah kecil dikenal berkahlak mulia, menghabiskan kesehariannya dengan mengkhatamkan buku di perpustakaan milik ayahnya.

Tahun 1963 (umur lima tahun) beliau mendapatkan ijazah madrasah ibtidaiyah di Provinsi bani Suef, kemudian dilanjutkan dengan ijazah madrasan tsanawiyah pada tahun 1966, disamping itu beliau juga telah mengkhtamkan hafalan Al-Qur'annya kepada beberapa guru.
Beliau berpindah ke kota Kairo bersama kakak perempuannya dan menamatkan jenjang pendidikan madrasah aliyah pada tahun 1969.  Syeikh Ali Jum`ah muda kemudian masuk ke Universitas Ain' Syams dan mendapatkan gelar sarjana di fakultas perdagangan pada bulan Mei 1973.

Selanjutnya Syeikh Ali melanjutkan belajar di al-Azhar, beliau bertemu dengan para guru dan ulama besar pada masa itu. Beliau menghafal berbagai kitab ilmu-ilmu dasar, seperti kitab Tuhfatul Athfal (Ilmu Tajwid), kitab al-Rahabiyah (Ilmu Mawaris)Alfiyah Ibnu Malik (Ilmu Nahwu), al-Ghayah wa al-Taqrib (Ilmu Fikih), al-Mandzumah al-Bayquniyah (Mustalah Hadis) dan beberapa ktab dasar ilmu penunjang pemahaman Islam.

Tahun 1979 Syeikh Ali mendapatkan gelar sarjana (License) dari Fakultas Dirasat Islamiyah wa al-`Arabiyah Universitas al-Azhar Kairo. Pengajian dengan ulama besar tidak beliau tinggalkan dan beliau juga fokus pada pendidikan formal. Tahun 1985 mendapatkan gelar Master dengan peringkat cum laude di kuliah pascasarjana Universitas al-Azhar Kairo di Kuliyah Syari`ah wal Qanun spesifikasi Usul Fikih. Gelar Doktor beliau raih pada tahun pada tahun 1988 dengan peringkat summan cum laude.

Syeikh Ali Jum'ah dikenal mempunyai guru yang banyak dan alim disegala bidang, diantara guru yaitu Syeikh Abdullah bin Siddiq al-Ghumari, pakar hadis pada zamannya, menghafal lebih dari lima puluh ribu hadis lengkap dengan sanadnya.

Syeikh Ali membaca kitab Shahih Bukhari, kitab Muwattha Imam Malik, kitab al-Luma` fi Ushul Fiqh karya Imam Syairazi dihadapan Syeikh Gumari. Hingga Syeikh Abdullah al-Ghumari memberikan beliau ijazah dalam meriwayatkan hadis serta memberi beliau ijazah dalam berfatwa.

Beliau juga menganjurkan para muridnya yang lain untuk mengambil ilmu dari Syeikh Ali Jum`ah dan menyatakan bahwa beliau adalah salah satu muridnya yang terpandai di Mesir.
Kemudian Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah, seorang ulama yang terkenal dengan keluasan ilmunya pada saat masa itu. Kepadanya Syeih Ali membacakan kitab al-Adab al-Mufrad karya Imam Bukhari.

Suatu saat Syeikh Ali Jum`ah melakukan penelitian ulang terhadap kitab Ushul Fiqh karya Syeikh Muhammad Abunnur Zuhair, dan beliau menuliskan ijazah yang beliau dapatkan dari Syeikh Muhammad Abunnur di dalam buku itu. Kemudian Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah berkata, “Kami terima ijazah buku ini darimu!”. Sebuah kehormatan yang besar bagi Syeikh Ali Jum`ah saat gurunya yang telah dikenal dengan keluasan ilmunya mengambil riwayat sebuah buku darinya.

Selanjutnya Syeikh Muhamamd Abunnur Zuhair, Wakil Rektor Universitas al-Azhar, seorang pakar Usul Fikih dari Universitas al-Azhar, anggota lembaga fatwa. Kepadanya Syeikh Ali Jum`ah membacakan kitabnya Usul Fikih yang memiliki tebal empat jilid di rumahnya. Dan Syeikh Muhammad Abunnur telah memberinya ijazah untuk mengajar dan berfatwa.

Dan Syeikh Jadurrabi Ramadhan Jum`ah, Dekan Fakultas Syariah wa al-Qanun Universitas al-Azhar saat itu, yang dikenal dengan sebutan “Syafi`i Kecil” karena keluasan ilmunya dan keahliannya dalam bidang fikih mazhab Imam Syafi`i. Syeikh Ali Jum`ah belajar fikih Syafi`i kepadanya, begitu juga belajar kitab al-Asybah wa al-Nazair tentang kaidah fikih karya Imam Suyuthi hingga beliau menghafalkannya. Syeikh Jadurrabbi suatu saat pernah berkata kepada Syeikh Ali Jum`ah di hadapan kawan-kawannya, “Penamu ini lebih baik dari penaku.”

Syeik Ali Jumah mulai bergabung dengan lembaga fatwa atas persetujuan Syeikh Jadulhaq Ali Jadulhaq saat tersebut beliau sebagai mufti Mesir. Beliau juga dikabarkan pernah mengikuti majlis riwayat hadis yang diajar oleh Syeikh Yasin al-Fadani.

Habib Umar dan Dr. ALi Jum'ah
Syekh Usamah Sayyid al-Azhari, menuliskan:

“Beliau (semoga Allah meridhainya) datang ke masjid al-Azhar selepas terbit matahari, kemudian duduk di sana membuka pelajaran hingga tiga jam lebih setiap harinya. Mengajarkan berbagai macam cabang ilmu dari hadis, usul fikih, fikih, qiraah, dan berbagai cabang ilmu lain.”
“Allah telah menghidupkan kembali ilmu dan majlis ilmu di al-Azhar melalui beliau. Di al-Azhar kembali dibacakan buku-buku hadis, fikih, usul fikih, bahasa arab.”
“Setelah lama saya memperhatikan kecerdasan dan pemahaman beliau, saya melihat kemampuan beliau yang luar biasa dalam menyelesaikan permasalahan kontemporer dan kemampuannya dalam mengklarifikasinya terhadap pendapat-pendapat para ulama.”

Diantara Jasa Syeikh Ali terhadap dunia Islam yaitu pada tahun 1990 beliau berhasil menghidupkan kembali tradisi pengajian pelajaran agama di masjid al-Azhar yang telah lama dilarang dan ditututup oleh pemerintah, pembelajaran di ruwaq-ruwaq di Mesjid terbuka untuk umum sehingga orang-orang yang ingin lebih mendalami tentang agama bisa mengikuti pelajaran ini. Jelas hal ini menghidupkan kembali ruh Islam Manhaj Washatiyah rahmatal lil A'lamin.

Tahun 2003 Sheikh Ali ditunjuk sebagai Grand Mufti Mesir. Nah ketika beliau menjabat sebagai Grand Mufti Republik Arab Mesir, beliau membuat Dar al-Ifta al-Misriyyah menjadi sebuah institusi modern dengan dewan fatwa dan sistem checks and balances .
Hingga institusi tersebut memiliki teknologi yang mumpuni dengan dikembangkannya sebuah website dan call center dimana orang semakin mudah untuk meminta fatwa tanpa harus datang ke kantorDar al-Ifta al-Misriyyah(MH)

*Sumber :
1. Kitab Asanid al-Mashriyyin karya Syeikh Usamah Sayyid al-Azhari.
2. Website resmi http://www.ali-gomaa.com/
3. Fans Page Facebook: Suara Azhar.

3. Dan beberapa sumber lainnya.

Lembaga Fatwa Mesir dari Masa ke Masa

Doc. Google Image
Oleh: Faza Abdu Robbih
Ensiklopedi fatwa ulama Mesir dari fatwa sahabat Uqbah bin Amir, hingga Mufti Besar Mesir Syeikh Ali Jum’ah telah disusun sampai 22 jilid. Demikian pula dibukukan dalam 23 jilid fatwa Dar Al Ifta’ Al Mishriyah yang mencakup fatwa di masa Syeikh Hasunah An Nawawi menjadi mufti tahun 1895 hingga di masa Syeikh Ali Jum’ah dan fatwa yang tertulis dalam kumpulan ini sendiri mencapai 100 ribu fatwa (hidayatullah.com (13/3/2013)

Itulah salah satu prestasi Dar Al Ifta Al Mishriyah di masa kepemimpinan Prof. Dr. Ali Jum’ah selama masa kepemimpinan beliau sejak tahun 2003  dari banyak kesuksesan lainnya. Dan akhir Februari 2013 ini Syeikh Al Jum’ah melepaskan jabatannya selaku Mufti digantikan oleh Mufti Mesir yang baru, Dr. Syauqi Ibrahim Abdul Karim.  

Agar mengenal lembaga ini lebih jauh, maka tulisan ini berusaha untuk mengupas sejarah lembaga fatwa ini dari masa ke masa, posisinya dalam tatanan pemerintahan, lembaga-lembaga yang terdapat di dalamnya serta beberapa ulasan menarik lainnya. Selamat menikmati.  

Sejarah perkembangan Dar al-Ifta (Lembaga Fatwa Mesir)       
Lembaga fatwa Mesir merupakan lembaga fatwa pertama yang didirikan di dunia Islam. Lembaga ini didirikan pada tahun 1895 berdasarkan surat keputusan dari Khedive Mesir Abbas Hilmi yang ditujukan kepada Nidzarah Haqqaniyah No 10 tanggal tanggal 21 November 1895. Surat tersebut telah diterima oleh Nidzarah yang bersangkutan tanggal 7 Jumad al-Akhir 1313 nomor 55.

Kedudukan Lembaga Fatwa Mesir                      
Lembaga fatwa Mesir merupakan salah satu pilar institusi Islam di Mesir selain al-Azhar asy-Syarif, Universitas al-Azhar dan Kementrian Wakaf. Pada mulanya, lembaga fatwa Mesir merupakan salah satu lembaga yang berada di bawah naungan Departemen Kehakiman. Mufti agung Mesir selalu diminta pendapatnya tentang vonis mati dan sebagainya. Namun, tugas dan peran lembaga fatwa Mesir tidak terbatas di sana saja bahkan jangkauannya pun tidak hanya Mesir namun menjamah ke seluruh dunia. 

Hal itu dapat diketahui dengan banyaknya pertanyaan yang dilayangkan ke lembaga fatwa Mesir dimana para penanyanya berasal dari berbagai penjuru dunia, ditambah dengan diadakaanya pelatihan fatwa untuk mahasiswa asing. Terdorong dari faktor ini ditambah lagi dengan posisi lembaga fatwa Mesir yang selalu  dijadikan rujukan (marji’iah) karena metodenya yang moderat (tawasuth) maka Dar al-Ifta hingga saat ini selalu mengikuti perkembangan tekhnologi terkini agar dapat merealisasikan tuntutan ini semua.

Tugas Lembaga Fatwa Mesir                     
Secara global tugas lembaga ini terbagi menjadi dua; tugas keagamaan dan tugas yang berkaitan dengan pengadilan. Adapun tugas keagamaan, di dalamnya terdapat beberapa poin diantaranya; menerima permohonan dan pertanyaan fatwa serta menjawabnya dengan berbagai bahasa, menentukan setiap permulaan bulan hijriyah, mengadakan pelatihan fatwa kepada mahasiswa asing, mengeluarkan pernyataan resmi berkenaan dengan masalah keagamaan, menyusun riset-riset ilmiyah, menjawab kesalahpahaman terhadap Islam serta mengadakan sistem belajar jarak jauh.      
  
Adapun tugas lembaga fatwa Mesir yang berkaitan dengan pengadilan berupa pemberian keputusan menurut syarak terhadap vonis mati terhadap terdakwa. Dalam hal ini Mufti agung Mesir mengecek seluruh berkas yang ada (bukti-bukti dari awal hingga akhir) serta mencari dalil dalam agama dan pendapat para ulama terhadap kasus tersebut yang pada nanti akan dikembalikan kepada pihak kehakiman dalam pembacaan vonis terakhir.

Lembaga fatwa Mesir terus memperbaiki kinerjanya, hal ini terlihat dari bidang-bidang yang ada di dalamnya. Tak kurang dari lima bagian berada di bawah naungannya; bagian dewan fatwa, pusat riset Islam, pusat pelatihan fatwa, pusat terjemah, pusat komunikasi dan fatwa elektronik serta bidang-bidang pendukung. Selain bidang-bidang di atas lembaga fatwa Mesir juga memiliki tim khusus, diantarnya; tim khusus maqashid syari’ah dan tim pengawas dan sosialisasi data ilmiyah.

Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat dimana setiap institusi dituntut untuk terus mengikutinya maka lembaga fatwa Mesir mulai melebarkan sayapnya dalam menyebarkan misi dan visinya. Berbagai cara dan media di tempuh diantarnya melalui website (yang dapat dilihat di www.dar-alifta.org, facebook, twitter hingga youtube), majalah, buletin bulanan, khazanah fatwa klasik (ensiklopedia yang berisi seluruh fatwa dari mufti pertama hingga terkini, bahkan diwacanakan seluruh fatwa ini akan dikomputerisasikan).

Sejak berdirinya hingga sekarang lembaga fatwa Mesir ini telah dipimpin oleh 19 mufti, dimulai dari Syeikh Hasunah an-Nawawi hingga mufti terkini Syeikh Syauqi Abdul Karim ‘Allam. Untuk lebih mengenal mereka maka kami akan cantumkan secara singkat biografi mereka satu persatu.

Syeikh Hasunah an-Nawawi (1895 - 1899). Tahun 1893 beliau lahir di Provinsi Asyuth. Ia juga menduduki beberapa jabatan penting, mulai guru besar di Fakultas Dar al-Ulum Universitas Kairo, Grand Syeikh al-Azhar menggantikan Syeikh Al-Inbani, mufti lembaga Fatwa Mesir pertama -sebelum Syeikh Muhammad Abduh- dari tahun 1895-1899 M. beliau pun berhasil mengumpulkan sekitar 287 fatwa selama masa jabatannya. Salah satu karya tulisnya yang terkenal adalah Sullam al-mustarsyidin fi ahkam al-fiqh wa ad-din. Beliau akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada 24 Syawwal 1343 H sekitar tahun 1924 M.

Syeikh Muhammad Abduh (1899 – 1905). Beliau lahir di Delta Nil tahun 1849 M dan meninggal di Iskandariyah 11 Juli 1905 M pada umur 55 atau 56 tahun. Beliau resmi menjabat sebagai mufti Mesir dengan dikeluarkannya surat resmi dari Khedive Abbas Hilmi. Kalau masa-masa sebelumnya jabatan mufti merangkap Grand Syeikh al-Azhar namun setelah turunnya surat keputasan tersebut maka Syeikh Muhammad Abduh menjadi Mufti pertama yang independen dari jabatan Syeikh al-Azhar. Selama 6 tahun masa jabatannya beliau telah menelurkan 944 fatwa dimana sekitar 80 persen fatwanya mencakup berbagai  problematika khususnya ekonomi dan harta.

Syeikh Bakr Ash-Shidfi  (1905- 1915). Lahir di Provinsi Asyuth. Masa hidup beliau selalu disibukkan dengan kegiatan mengajar, baik di masjid al-Azhar bahkan di rumah beliau sendiri. Hal ini juga yang membuat beliau tidak terlalu produktif menghasilkan karya tulis, bahkan karya-karya yang ada berupa beberapa pembahasan belum terbit hingga sekarang. Beliau meninggal pada bulan Maret 1919 M.  

Syeikh Muhammad Bukhit al-Muthi’i  (1915 – 1920). Lahir di daerah Muthi’ provinsi Asyuth. Seperti ulama lainnya kesibukan beliau pun sangat fokus untuk mengajar di al-Azhar. Syeikh yang bermazhab Hanafi ini juga banyak menelurkan karya diantaranya; Irsyadu al-ummah ila ahkam ahli adz-dzimmah, Haqiqah al-Islam wa ushul al-ahkam, Al-Qoul al-mufid fi ‘ilm at-tauhid dan lain-lainnya. Beliau menemui ajalnya tahun 1354 H atau 1935 M.  

Syeikh Muhamad Isma’il al-Bardisi (Enam bulan 1920). Beliau dilahirkan di Bardis, daerah di Jurja. Keilmuannya sangat terpengaruh dari keluarganya yang berilmu. Beliau termasuk salah satu murid Syeikh Jamal ad-Din Al-Afghani. Selama enam bulan menjadi mufti beliau dapat melahirkan 260 fatwa. Kesibukannya dalam kehakiman di Mesir membuatnya tidak banyak membuat karya tulis, salah satu karyanya yang berjudul Al-ittihaf fi ahkam al-auqof masih berupa manuskrip di perpustakaan al-Azhar.

Syeikh Abd ar-Rahman Qurra’ah (1921 - 1928). Lahir di daerah Bundar provinsi Asyuth. Selain mempelajari kitab-kitab Azhar beliau juga mendalami sastra, kamus-kamus Arab hingga menjadi seorang penyair dan salah satu pencetus kebangkitan bahasa Arab. Mufti pada masa Raja Fuad I ini telah membuat sekitar 3065 fatwa.

Syeikh ‘Abd al-Majid Salim (1928 - 1946). Terlahir di daerah Mayit Syuhalah, daerah Asy-Syuhada provinsi Munufiyah 13 Oktober 1882 M. Beliau berguru para Syeikh Muhammad Abduh, Syeikh Ahmad Abi Khotwah, Syeikh Hasan Ath-Thowil dan lain-lain. Beliau sempat menjadi Grand Syeikh al-Azhar dua kali. Pertama pada 1950 namun dilengserkan karena menentang pemerintah dan diangkat kembali pada 1952 M. Selama menjabat mufti beliau telah menyumbangkan 15 ribu fatwa.   

Syeikh Hasanain Muhammad Makhluf (1946 - 1950). Lahir di Bab al-Futuh Kairo 6 Mei 1890 M. Setelah tamat dari al-Azhar beliau sibuk menjadi hakim. Kemudian diangkat menjadi mufti pada 5 Januari 1946 M. Banyak karya tulis yang lahir dari tangan beliau diantaranya; syarh baiquniyah, hukm al-Islam fi ar-rifqi bi al-hayawan dan lain-lain. Karena kontribsinya terhadap Islam beliau mendapat penghargaan Internasional Raja Faisal (jaizah malik faishal al-‘alamiyah li khidmat al-Islam). Selama jabatannya beliau telah mengeluarkan sekitar 8588 fatwa.     

Syeikh ‘Allam Nashor  (1950 - 1952). Di Desa Mayt al-‘Iz Provinsi Munufiyah 20 Februari 1891 M beliau terlahir. Usai menyelesaikan studinya di al-Azhar beliau berkarir sebagai qodhi hingga diangkat menjadi mufti. Beliau mencurahkan seluruh usahanya untuk mengajar dan menjadi mufti. Karya-karyanya banyak berkisar pada masalah masalah fiqh namun belum tercetak hingga kini. Adapun jumlah fatwa selama jabatannya berkisar 2189 fatwa. 

Syeikh Hasan Makmun (1955 - 1964). Terlahir di kampung Abidin Kairo. Usai menyelesaikan belajarnya di al-Azhar beliau melanjutkan ke sekolah Qodho Syar’i. Selain menguasai bahasa Arab beliau juga pandai bahasa Prancis. Beliau ditugaskan sebagai qodhi bahkan hingga ke Sudan. Selain menjadi mufti beliau juga pernah menjadi Grand Syeikh al-Azhar ke 39. Sekitar 12311 fatwa berhasil dikeluarkan selama masa jabatannya.   

Syeikh Ahmad Muhammad ‘Abd al-‘Aal Huraidi (1960 - 1970). Lahir di Provinsi Bani suwaif 15 Mei 1906 M. Masuk Kuliyah Syariah di al-Azhar dan menjadi alumni pertamanya. Karena kedalaman ilmunya beliau ditunjuk menjadi mufti dalam beberapa periode dan dapat menghasilkan sekitar 8983 fatwa. Beliau wafat bulan Maret 1984 M.   

Syeikh Muhammad Khotir Muhammad al-Syeikh (1970 - 1978). Lahir di daerah Manzalah Provinsi Daqhaliyah tahun 1913 M. Selain menjadi mufti beliau juga menduduki beberapa posisi penting seperti anggota Majma’ buhuts al-Islamiyah, anggota Majlis ‘ala li asy-syuun al-Islamiyah seta ketua Dewan pengawas syaria’ah Bank Faisal. Selama menjadi mufti beliau berhasil mengeluarkan sekitar 2872 fatwa. Beliau berpulang ke rahmatullah pada 20 Januari 2004 M.     

Syeikh Jad al-Haq ‘Ali Jad al-Haq (1978 - 1982). Lahir pada 5 April 1917 di Provinsi yang sama dengan mufti sebelumnya. Beliau sangat terkenal dengan keilmuan dan kedisiplinannya. Tak heran beberapa jabatan penting di Mesir pernah beliau duduki mulai mufti Mesir, Mentri wakaf hingga Grand Syeikh al-Azhar. Beliau juga banyak membuat trobosan baru di lembaga yang dipimpinya. Di dar al-ifta beliau yang berinisiatif untuk mengumpulkan seluruh fatwa mulai dari mufti pertama hingga zaman beliau. Di kementrian wakaf beliau banyak mengadakan seminar untuk menjadikan para da’i dapat mengoptimalkan tugasnya.

Di al-Azhar sendiri beliau banyak melakukan banyak inovasi di antaranya; membuka cabang-cabang al-Azhar hingga ke daerah-daerah bahkan luar negri, membuka pintu selebar-lebarnya kepada para mahasiswa asing dan menambah beasiswa mereka. Pada masanya lembaga fatwa Mesir melahirkan sekitar 1284 fatwa. Tepat 15 Maret 1996 beliau menghembuskan nafas terkhirnya.   

Syeikh ‘Abd al-Latif Hamzah (1982 - 1985). Dilahirkan pada permulaan bulan Mei 1923  di Provinsi Delta Nil (Buhairoh). Selama tiga tahun menjadi mufti beliau telah menelurkan sekitar 1115 fatwa. 15 September 1985 M menjadi hari terakhir beliau di dunia ini.   

Syeikh Muhammad Sayyid Thanthawi (1986 – 1996). 28 Oktober 1928 menjadi awal kali beliau menghirup udara Provinsi Suhaj. Usai menamatkan doktoralnya dengan predikat imtiyaz tahun 1966 beliau banyak melanglang buana. Hingga pada 26 Oktober 1986 beliau diangkat menjadi mufti Mesir. Sepuluh tahun beliau menduduki kursi mufti dapat membuat beliau melahirkan 7557 fatwa. Pada 27 Maret 1996 beliau pun diangkat menjadi Grand Syeikh al-Azhar hingga wafatnya pada 10 Maret 2010 M.

Syeikh Nashr Farid Wasil (1996 -2002). Lahir pada 1937 M. Dilanjutkan dengan pengembaraan keilmuannya hingga dipinjamkan ke berbagai Universitas seperti Shan’a, Madinah, King Saud dan lain-lain. Tepat pada 10 November 1996 M beliau menjabat mufti. Dan menghasilkan sekitar 7378 fatwa dalam masa khidmahnya. Beliau akhirnya mundur dari jabatan ini karena sudah memasuki usia pensiun dengan berumur 65 tahun ketika itu. Hingga kini beliau masih hidup dan mengajar di pascasarana Universitas al-Azhar serta menjadi salah satu pembesar ulama di al-Azhar (Haiah kibar ulama al-Azhar). 

Syeikh Ahmad ath-Thayyib (2002 -2003). Lahir di ujung Provinsi Mesir (Luxor) pada 6 Januari 1946 M. Beliau berhasil menamatkan doktoralnya di Universitas al-Azhar pada 1977 dan pernah melakukan perjalanan beberapa bulan di Prancis atas undangan beberapa universitas di sana. Selama menjadi mufti beliau berhasil mengeluarkan sekitar 2835 fatwa. Beliau diangkat menjadi rektor Universitas al-Azhar kemudian Grand Syeikh al-Azhar hingga saat ini. Beliau pun yang pertama kali menggagas pembentukan Ikatan Alumni al-Azhar Internasional. 

Syeikh Ali Jum’ah (2003-2013). 3 Maret 1952 beliau dilahirkan di Bani Suweif. Selain menyelesaikan studinya di al-Azhar (hingga doktoral dan Profesor). Beliau juga menamatkan jenjang sarjananya (strata satu) di Fakultas Perdagangan Universitas Ain Syams. Beliau juga banyak mendapatkan sanad tertinggi dari para masyayikh. Beliau juga yang menghidupkan kembali halaqah-halaqah (talaqi) di masjid al-Azhar setelah beberapa saat fakum. Berkat usaha dan jerih payah beliau maka dar al-ifta sudah dapat go internasinal. Beberapa penghargaan juga diraih oleh beliau serta lembaga fatwa Mesir ini, baik dari kalangan muslim bahkan barat dan non-Muslim.

Syeikh Syauqi Ibrahim Abd al-Karim ‘Allam (2013-sekarang). Lahir di Delta Nil pada 1961 dengan bermazhab Maliki. Pendidikannya diselesaikan di Fakultas Syariah Univerisitas al-Azhar. Jabatan terakhir yang ia pangku adalah kepala Yurisprudensi Islam dan Hukum Syariah di Universitas al-Azhar, cabang Tanta dan kepala Departemen fiqih di Fakultas ilmu Islam atas rekomendasi Kesultanan Oman. Beberapa karya tulisnya menyoroti tentang ekonomi dan wanita.

Pengangkatan mufti kali ini berbeda dengan masa-masa sebelumnya dimana kali ini sang mufti dipilih dari seleksi para pembesar ulama-ulama al-Azhar bukan penunjukkan langsung dari Presiden sebagaimana yang terjadi pada beberapa mufti sebelumnya. Setelah menyaring beberapa nama calon mufti terpilihlah beberapa kandidat yang nantinya akan disaring menjadi lima kemudian tiga dan terakhir menjadi mufti terpilih.

Akhir tahun lalu Syeikh Ali Jum’ah mengeluarkan wacana untuk menyatukan lembaga fatwa di seluruh dunia. Respon berbeda terjadi dalam menyambut gagasan ini. Beberapa mufti menyetujui dan mendukungnya dan sebagiannya belum searah dengan pandangan eks-mufti Mesir ini. Berbagai argument pun coba diajukan namun belum menemukan titik temu. Namun penulis berharap mudah-mudahan adanya lembaga fatwa di berbagai dunia dapat menjadi corong penerang dalam memahai Islam dan menjadi agent pemersatu bangsa dan agama dan meminimalisir adanya fatwa-fatwa syadz dikalangan masyarakat. Allah wa rosuluhu ‘alam.

* Mahasiswa tingkat akhir Jurusan Hadis Fakultas Ushuludin Universitas al-Azhar dan Mahasiswa tingkat tiga Akademi Al-‘Asyiroh Al-Muhammadiyah Kairo




Popular Posts

bilhalib.blogspot.com. Powered by Blogger.