Lembaga Fatwa Mesir dari Masa ke Masa
Doc. Google Image |
Oleh: Faza Abdu Robbih
Ensiklopedi fatwa ulama Mesir dari fatwa sahabat Uqbah bin Amir,
hingga Mufti Besar Mesir Syeikh Ali Jum’ah telah disusun sampai 22 jilid.
Demikian pula dibukukan dalam 23 jilid fatwa Dar Al Ifta’ Al Mishriyah yang
mencakup fatwa di masa Syeikh Hasunah An Nawawi menjadi mufti tahun 1895 hingga
di masa Syeikh Ali Jum’ah dan fatwa yang tertulis dalam kumpulan ini sendiri
mencapai 100 ribu fatwa (hidayatullah.com (13/3/2013)
Itulah salah satu prestasi Dar Al Ifta Al Mishriyah di masa
kepemimpinan Prof. Dr. Ali Jum’ah selama masa kepemimpinan beliau sejak tahun
2003 dari banyak kesuksesan lainnya. Dan akhir Februari 2013 ini Syeikh
Al Jum’ah melepaskan jabatannya selaku Mufti digantikan oleh Mufti Mesir yang
baru, Dr. Syauqi Ibrahim Abdul Karim.
Agar mengenal lembaga ini lebih jauh, maka tulisan ini berusaha
untuk mengupas sejarah lembaga fatwa ini dari masa ke masa, posisinya dalam
tatanan pemerintahan, lembaga-lembaga yang terdapat di dalamnya serta beberapa
ulasan menarik lainnya. Selamat menikmati.
Sejarah perkembangan Dar al-Ifta
(Lembaga Fatwa Mesir)
Lembaga fatwa Mesir merupakan lembaga fatwa pertama yang
didirikan di dunia Islam. Lembaga ini didirikan pada tahun 1895 berdasarkan
surat keputusan dari Khedive Mesir Abbas Hilmi yang ditujukan kepada Nidzarah
Haqqaniyah No 10 tanggal tanggal 21 November 1895. Surat tersebut telah
diterima oleh Nidzarah yang bersangkutan tanggal 7 Jumad al-Akhir 1313 nomor
55.
Kedudukan Lembaga Fatwa Mesir
Lembaga fatwa Mesir merupakan salah satu pilar institusi Islam
di Mesir selain al-Azhar asy-Syarif, Universitas al-Azhar dan Kementrian Wakaf.
Pada mulanya, lembaga fatwa Mesir merupakan salah satu lembaga yang berada di
bawah naungan Departemen Kehakiman. Mufti agung Mesir selalu diminta pendapatnya
tentang vonis mati dan sebagainya. Namun, tugas dan peran lembaga fatwa Mesir
tidak terbatas di sana saja bahkan jangkauannya pun tidak hanya Mesir namun
menjamah ke seluruh dunia.
Hal itu dapat diketahui dengan banyaknya pertanyaan
yang dilayangkan ke lembaga fatwa Mesir dimana para penanyanya berasal dari
berbagai penjuru dunia, ditambah dengan diadakaanya pelatihan fatwa untuk
mahasiswa asing. Terdorong dari faktor ini ditambah lagi dengan posisi lembaga
fatwa Mesir yang selalu dijadikan rujukan (marji’iah) karena metodenya
yang moderat (tawasuth) maka Dar al-Ifta hingga saat ini selalu mengikuti
perkembangan tekhnologi terkini agar dapat merealisasikan tuntutan ini semua.
Tugas Lembaga Fatwa Mesir
Secara global tugas lembaga ini terbagi menjadi dua; tugas
keagamaan dan tugas yang berkaitan dengan pengadilan. Adapun tugas keagamaan,
di dalamnya terdapat beberapa poin diantaranya; menerima permohonan dan
pertanyaan fatwa serta menjawabnya dengan berbagai bahasa, menentukan setiap
permulaan bulan hijriyah, mengadakan pelatihan fatwa kepada mahasiswa asing,
mengeluarkan pernyataan resmi berkenaan dengan masalah keagamaan, menyusun
riset-riset ilmiyah, menjawab kesalahpahaman terhadap Islam serta mengadakan
sistem belajar jarak jauh.
Adapun tugas lembaga fatwa Mesir yang berkaitan dengan
pengadilan berupa pemberian keputusan menurut syarak terhadap vonis mati
terhadap terdakwa. Dalam hal ini Mufti agung Mesir mengecek seluruh berkas yang
ada (bukti-bukti dari awal hingga akhir) serta mencari dalil dalam agama dan
pendapat para ulama terhadap kasus tersebut yang pada nanti akan dikembalikan
kepada pihak kehakiman dalam pembacaan vonis terakhir.
Lembaga fatwa Mesir terus memperbaiki kinerjanya, hal ini
terlihat dari bidang-bidang yang ada di dalamnya. Tak kurang dari lima bagian
berada di bawah naungannya; bagian dewan fatwa, pusat riset Islam, pusat
pelatihan fatwa, pusat terjemah, pusat komunikasi dan fatwa elektronik serta
bidang-bidang pendukung. Selain bidang-bidang di atas lembaga fatwa Mesir juga
memiliki tim khusus, diantarnya; tim khusus maqashid syari’ah dan tim pengawas
dan sosialisasi data ilmiyah.
Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat dimana setiap
institusi dituntut untuk terus mengikutinya maka lembaga fatwa Mesir mulai
melebarkan sayapnya dalam menyebarkan misi dan visinya. Berbagai cara dan media
di tempuh diantarnya melalui website (yang dapat dilihat di www.dar-alifta.org,
facebook, twitter hingga youtube), majalah, buletin bulanan, khazanah fatwa
klasik (ensiklopedia yang berisi seluruh fatwa dari mufti pertama hingga
terkini, bahkan diwacanakan seluruh fatwa ini akan dikomputerisasikan).
Sejak berdirinya hingga sekarang lembaga fatwa Mesir ini telah
dipimpin oleh 19 mufti, dimulai dari Syeikh Hasunah an-Nawawi hingga mufti
terkini Syeikh Syauqi Abdul Karim ‘Allam. Untuk lebih mengenal mereka maka kami
akan cantumkan secara singkat biografi mereka satu persatu.
Syeikh Hasunah an-Nawawi (1895 - 1899). Tahun 1893 beliau lahir di Provinsi Asyuth. Ia juga menduduki
beberapa jabatan penting, mulai guru besar di Fakultas Dar al-Ulum Universitas
Kairo, Grand Syeikh al-Azhar menggantikan Syeikh Al-Inbani, mufti lembaga Fatwa
Mesir pertama -sebelum Syeikh Muhammad Abduh- dari tahun 1895-1899 M. beliau
pun berhasil mengumpulkan sekitar 287 fatwa selama masa jabatannya. Salah satu
karya tulisnya yang terkenal adalah Sullam al-mustarsyidin fi ahkam al-fiqh wa
ad-din. Beliau akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada 24 Syawwal 1343 H
sekitar tahun 1924 M.
Syeikh Muhammad Abduh (1899 – 1905). Beliau lahir di Delta Nil tahun 1849 M dan meninggal di
Iskandariyah 11 Juli 1905 M pada umur 55 atau 56 tahun. Beliau resmi menjabat
sebagai mufti Mesir dengan dikeluarkannya surat resmi dari Khedive Abbas Hilmi.
Kalau masa-masa sebelumnya jabatan mufti merangkap Grand Syeikh al-Azhar namun
setelah turunnya surat keputasan tersebut maka Syeikh Muhammad Abduh menjadi
Mufti pertama yang independen dari jabatan Syeikh al-Azhar. Selama 6 tahun masa
jabatannya beliau telah menelurkan 944 fatwa dimana sekitar 80 persen fatwanya
mencakup berbagai problematika khususnya ekonomi dan harta.
Syeikh Bakr Ash-Shidfi (1905- 1915). Lahir di Provinsi Asyuth. Masa hidup beliau selalu disibukkan
dengan kegiatan mengajar, baik di masjid al-Azhar bahkan di rumah beliau
sendiri. Hal ini juga yang membuat beliau tidak terlalu produktif menghasilkan
karya tulis, bahkan karya-karya yang ada berupa beberapa pembahasan belum
terbit hingga sekarang. Beliau meninggal pada bulan Maret 1919 M.
Syeikh Muhammad Bukhit al-Muthi’i (1915 – 1920). Lahir di daerah Muthi’ provinsi Asyuth. Seperti ulama lainnya
kesibukan beliau pun sangat fokus untuk mengajar di al-Azhar. Syeikh yang
bermazhab Hanafi ini juga banyak menelurkan karya diantaranya; Irsyadu al-ummah
ila ahkam ahli adz-dzimmah, Haqiqah al-Islam wa ushul al-ahkam, Al-Qoul
al-mufid fi ‘ilm at-tauhid dan lain-lainnya. Beliau menemui ajalnya tahun 1354
H atau 1935 M.
Syeikh Muhamad Isma’il al-Bardisi (Enam bulan 1920). Beliau dilahirkan di Bardis, daerah di Jurja. Keilmuannya
sangat terpengaruh dari keluarganya yang berilmu. Beliau termasuk salah satu
murid Syeikh Jamal ad-Din Al-Afghani. Selama enam bulan menjadi mufti beliau
dapat melahirkan 260 fatwa. Kesibukannya dalam kehakiman di Mesir membuatnya
tidak banyak membuat karya tulis, salah satu karyanya yang berjudul Al-ittihaf
fi ahkam al-auqof masih berupa manuskrip di perpustakaan al-Azhar.
Syeikh Abd ar-Rahman Qurra’ah (1921 - 1928). Lahir di daerah Bundar provinsi Asyuth. Selain mempelajari
kitab-kitab Azhar beliau juga mendalami sastra, kamus-kamus Arab hingga menjadi
seorang penyair dan salah satu pencetus kebangkitan bahasa Arab. Mufti pada
masa Raja Fuad I ini telah membuat sekitar 3065 fatwa.
Syeikh ‘Abd al-Majid Salim (1928 - 1946). Terlahir di daerah Mayit Syuhalah, daerah Asy-Syuhada provinsi
Munufiyah 13 Oktober 1882 M. Beliau berguru para Syeikh Muhammad Abduh, Syeikh
Ahmad Abi Khotwah, Syeikh Hasan Ath-Thowil dan lain-lain. Beliau sempat menjadi
Grand Syeikh al-Azhar dua kali. Pertama pada 1950 namun dilengserkan karena
menentang pemerintah dan diangkat kembali pada 1952 M. Selama menjabat mufti
beliau telah menyumbangkan 15 ribu fatwa.
Syeikh Hasanain Muhammad Makhluf (1946 - 1950). Lahir di Bab al-Futuh Kairo 6 Mei 1890 M. Setelah tamat dari
al-Azhar beliau sibuk menjadi hakim. Kemudian diangkat menjadi mufti pada 5
Januari 1946 M. Banyak karya tulis yang lahir dari tangan beliau diantaranya;
syarh baiquniyah, hukm al-Islam fi ar-rifqi bi al-hayawan dan lain-lain. Karena
kontribsinya terhadap Islam beliau mendapat penghargaan Internasional Raja
Faisal (jaizah malik faishal al-‘alamiyah li khidmat al-Islam). Selama
jabatannya beliau telah mengeluarkan sekitar 8588 fatwa.
Syeikh ‘Allam Nashor (1950 - 1952). Di Desa Mayt al-‘Iz Provinsi Munufiyah 20 Februari 1891 M
beliau terlahir. Usai menyelesaikan studinya di al-Azhar beliau berkarir
sebagai qodhi hingga diangkat menjadi mufti. Beliau mencurahkan seluruh
usahanya untuk mengajar dan menjadi mufti. Karya-karyanya banyak berkisar pada
masalah masalah fiqh namun belum tercetak hingga kini. Adapun jumlah fatwa
selama jabatannya berkisar 2189 fatwa.
Syeikh Hasan Makmun (1955 - 1964). Terlahir di kampung Abidin Kairo. Usai menyelesaikan belajarnya
di al-Azhar beliau melanjutkan ke sekolah Qodho Syar’i. Selain menguasai bahasa
Arab beliau juga pandai bahasa Prancis. Beliau ditugaskan sebagai qodhi bahkan
hingga ke Sudan. Selain menjadi mufti beliau juga pernah menjadi Grand Syeikh
al-Azhar ke 39. Sekitar 12311 fatwa berhasil dikeluarkan selama masa
jabatannya.
Syeikh Ahmad Muhammad ‘Abd al-‘Aal Huraidi (1960 - 1970). Lahir di Provinsi Bani suwaif 15 Mei 1906 M. Masuk Kuliyah
Syariah di al-Azhar dan menjadi alumni pertamanya. Karena kedalaman ilmunya beliau
ditunjuk menjadi mufti dalam beberapa periode dan dapat menghasilkan sekitar
8983 fatwa. Beliau wafat bulan Maret 1984 M.
Syeikh Muhammad Khotir Muhammad al-Syeikh (1970 - 1978). Lahir di daerah Manzalah Provinsi Daqhaliyah tahun 1913 M.
Selain menjadi mufti beliau juga menduduki beberapa posisi penting seperti
anggota Majma’ buhuts al-Islamiyah, anggota Majlis ‘ala li asy-syuun
al-Islamiyah seta ketua Dewan pengawas syaria’ah Bank Faisal. Selama menjadi
mufti beliau berhasil mengeluarkan sekitar 2872 fatwa. Beliau berpulang ke
rahmatullah pada 20 Januari 2004 M.
Syeikh Jad al-Haq ‘Ali Jad al-Haq (1978 - 1982). Lahir pada 5 April 1917 di Provinsi yang sama dengan mufti
sebelumnya. Beliau sangat terkenal dengan keilmuan dan kedisiplinannya. Tak
heran beberapa jabatan penting di Mesir pernah beliau duduki mulai mufti Mesir,
Mentri wakaf hingga Grand Syeikh al-Azhar. Beliau juga banyak membuat trobosan
baru di lembaga yang dipimpinya. Di dar al-ifta beliau yang berinisiatif untuk
mengumpulkan seluruh fatwa mulai dari mufti pertama hingga zaman beliau. Di
kementrian wakaf beliau banyak mengadakan seminar untuk menjadikan para da’i
dapat mengoptimalkan tugasnya.
Di al-Azhar sendiri beliau banyak melakukan banyak inovasi di
antaranya; membuka cabang-cabang al-Azhar hingga ke daerah-daerah bahkan luar
negri, membuka pintu selebar-lebarnya kepada para mahasiswa asing dan menambah
beasiswa mereka. Pada masanya lembaga fatwa Mesir melahirkan sekitar 1284
fatwa. Tepat 15 Maret 1996 beliau menghembuskan nafas terkhirnya.
Syeikh ‘Abd al-Latif Hamzah (1982 - 1985). Dilahirkan pada permulaan bulan Mei 1923 di Provinsi
Delta Nil (Buhairoh). Selama tiga tahun menjadi mufti beliau telah menelurkan
sekitar 1115 fatwa. 15 September 1985 M menjadi hari terakhir beliau di dunia
ini.
Syeikh Muhammad Sayyid Thanthawi (1986 – 1996). 28 Oktober 1928 menjadi awal kali beliau menghirup udara
Provinsi Suhaj. Usai menamatkan doktoralnya dengan predikat imtiyaz tahun 1966
beliau banyak melanglang buana. Hingga pada 26 Oktober 1986 beliau diangkat
menjadi mufti Mesir. Sepuluh tahun beliau menduduki kursi mufti dapat membuat
beliau melahirkan 7557 fatwa. Pada 27 Maret 1996 beliau pun diangkat menjadi
Grand Syeikh al-Azhar hingga wafatnya pada 10 Maret 2010 M.
Syeikh Nashr Farid Wasil (1996 -2002). Lahir pada 1937 M. Dilanjutkan dengan pengembaraan keilmuannya
hingga dipinjamkan ke berbagai Universitas seperti Shan’a, Madinah, King Saud
dan lain-lain. Tepat pada 10 November 1996 M beliau menjabat mufti. Dan
menghasilkan sekitar 7378 fatwa dalam masa khidmahnya. Beliau akhirnya mundur
dari jabatan ini karena sudah memasuki usia pensiun dengan berumur 65 tahun
ketika itu. Hingga kini beliau masih hidup dan mengajar di pascasarana
Universitas al-Azhar serta menjadi salah satu pembesar ulama di al-Azhar (Haiah
kibar ulama al-Azhar).
Syeikh Ahmad ath-Thayyib (2002 -2003). Lahir di ujung Provinsi Mesir (Luxor) pada 6 Januari 1946 M.
Beliau berhasil menamatkan doktoralnya di Universitas al-Azhar pada 1977 dan
pernah melakukan perjalanan beberapa bulan di Prancis atas undangan beberapa
universitas di sana. Selama menjadi mufti beliau berhasil mengeluarkan sekitar
2835 fatwa. Beliau diangkat menjadi rektor Universitas al-Azhar kemudian Grand
Syeikh al-Azhar hingga saat ini. Beliau pun yang pertama kali menggagas
pembentukan Ikatan Alumni al-Azhar Internasional.
Syeikh Ali Jum’ah (2003-2013). 3 Maret 1952 beliau dilahirkan di Bani Suweif. Selain
menyelesaikan studinya di al-Azhar (hingga doktoral dan Profesor). Beliau juga
menamatkan jenjang sarjananya (strata satu) di Fakultas Perdagangan Universitas
Ain Syams. Beliau juga banyak mendapatkan sanad tertinggi dari para masyayikh.
Beliau juga yang menghidupkan kembali halaqah-halaqah (talaqi) di masjid
al-Azhar setelah beberapa saat fakum. Berkat usaha dan jerih payah beliau maka
dar al-ifta sudah dapat go internasinal. Beberapa penghargaan juga diraih oleh
beliau serta lembaga fatwa Mesir ini, baik dari kalangan muslim bahkan barat
dan non-Muslim.
Syeikh Syauqi Ibrahim Abd al-Karim ‘Allam (2013-sekarang). Lahir di Delta Nil pada 1961 dengan bermazhab Maliki.
Pendidikannya diselesaikan di Fakultas Syariah Univerisitas al-Azhar. Jabatan
terakhir yang ia pangku adalah kepala Yurisprudensi Islam dan Hukum Syariah di
Universitas al-Azhar, cabang Tanta dan kepala Departemen fiqih di Fakultas ilmu
Islam atas rekomendasi Kesultanan Oman. Beberapa karya tulisnya menyoroti
tentang ekonomi dan wanita.
Pengangkatan mufti kali ini berbeda dengan masa-masa sebelumnya
dimana kali ini sang mufti dipilih dari seleksi para pembesar ulama-ulama
al-Azhar bukan penunjukkan langsung dari Presiden sebagaimana yang terjadi pada
beberapa mufti sebelumnya. Setelah menyaring beberapa nama calon mufti
terpilihlah beberapa kandidat yang nantinya akan disaring menjadi lima kemudian
tiga dan terakhir menjadi mufti terpilih.
Akhir tahun lalu Syeikh Ali Jum’ah mengeluarkan wacana untuk
menyatukan lembaga fatwa di seluruh dunia. Respon berbeda terjadi dalam
menyambut gagasan ini. Beberapa mufti menyetujui dan mendukungnya dan
sebagiannya belum searah dengan pandangan eks-mufti Mesir ini. Berbagai
argument pun coba diajukan namun belum menemukan titik temu. Namun penulis
berharap mudah-mudahan adanya lembaga fatwa di berbagai dunia dapat menjadi
corong penerang dalam memahai Islam dan menjadi agent pemersatu bangsa dan
agama dan meminimalisir adanya fatwa-fatwa syadz dikalangan masyarakat. Allah
wa rosuluhu ‘alam.
* Mahasiswa tingkat akhir Jurusan
Hadis Fakultas Ushuludin Universitas al-Azhar dan Mahasiswa tingkat tiga
Akademi Al-‘Asyiroh Al-Muhammadiyah Kairo
Top 10 Best Ways to play Baccarat - Worrione
ReplyDeleteHow can you play baccarat? septcasino The objective of baccarat is to 인카지노 place cards in a set worrione position and thus they always win in the end. In Baccarat, a bettor